Get Mystery Box with random crypto!

Lalu kami memandikannya, mengafaninya dan menguburnya. Kemudia | Nasihat (Dakwah Sunnah)

Lalu kami memandikannya, mengafaninya dan menguburnya. Kemudian, aku kembali ke perbatasan. Lalu, aku tidur dan aku melihatnya dalam mimpi, beliau keadaannya sihat. Aku berkata kepadanya, “Bukankah engkau sahabatku?” Dia berkata,” Benar.” Aku berkata, “Apa yang Allah lakukan terhadapmu?” Dia berkata, “Allah telah memasukkanku ke dalam syurga dan berkata kepadaku,

“Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu.” (QS. Ar-Ra’d: 24).

“Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28).

(Dari ceramah yang ditranskrip, oleh Syaikh Abu Ishaq Al-Huwainy yang berjudul Jannatu Ridha fit Taslim Lima Qadarallah wa Qadha, hal. 2)

Kisah nabi Ayyub sudah sering kita dengar, namun mungkin muncul komentar dalam diri kita, “Itukan Nabi, wajar jika dia mampu bersabar, sehingga membuat kita tidak terlalu terkesan dengan cerita tersebut.” Tapi subhanallah.., tokoh utama kisah di atas bukan Nabi. Abu Qilabah adalah manusia biasa seperti layaknya kita. Beliau tidak mendapatkan wahyu maupun didatangi malaikat Jibril untuk bersabar. Yang ini menunjukkan sikap sabar, diiringi syukur yang luar biasa seperti kisah di atas, memungkinkan untuk ditiru setiap orang. Tidak dapat kita bayangkan, andaikan beliau diberi oleh Allah nikmat yang lebih dari itu, sehebat apa rasa syukur yang akan beliau lakukan.

Inilah sifat yang membuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terkagum dan memuji peribadi orang mukmin. Sebagaimana disebutkan dalam hadis, dari sahabat Suhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Sungguh sangat mengagumkan keadaan orang yang beriman. Semua keadaannya itu baik. Dan ini hanya ada pada diri orang yang beriman. Apabila mereka mendapat kenikmatan, mereka bersyukur, dan itu (sikap) yang baik baginya. Sementara jika dia mendapatkan musibah, dia bersabar, dan itu (sikap) baik baginya.” [HR. Muslim].

*KUNCI KEBAHAGIAAN ADA TIGA*

Dalam bukunya yang sangat masyhur yang berjudul “qawaidul arba” (4 kaedah penting dalam memahami kesyirikan), Imam Muhammad bin Sulaiman at-Tamimi mengatakan :

“Semoga Allah menjadikan anda termasuk diantara orang yang apabila dia diberi dia bersyukur, apabila diuji, dia bersabar, dan apabila melakukan dosa, dia beristighfar. Kerana tiga hal ini merupakan tanda kebahagiaan.” [Qowaidul Arba’]

* BERSYUKUR KETIKA MENDAPAT NIKMAT*

Dengan sikap ini, orang akan tetap mendapatkan tambahan nikmat dan keberkahannya. Sebagaimana janji Allah ta’ala, dalam firman-Nya :

“Jika kalian bersyukur maka sungguh Aku akan tambahkan untuk kalian, dan jika kalian kufur, sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih” [QS. Ibrahim : 7]

Hanya saja perlu kita ingat. Sikap ini tidaklah mudah. Kita baru boleh bersyukur, ketika kita merasa bahawa apa yang ada pada diri kita adalah pemberian Allah yang sudah sangat banyak. Dengan ini, kita tidak akan membandingkan kenikmatan yang ada pada diri kita dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang yang lebih ‘sukses’ dari pada kita. Inilah kunci yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :

“Lihatlah kepada orang yang (nikmatnya) lebih bawah dari pada kalian. Jangan melihat kepada orang yang (nikmatnya) di atas kalian. Dengan ini, akan lebih memungkinkan, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah pada diri kalian.” [HR. Turmudzi dan dinilai shahih oleh al-Albani]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakui bahawa manusia memiliki sifat hasad dan selalu menginginkan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain. Dengan sebab ini, orang akan melupakan nikmat yang ada pada dirinya. Oleh Kerana itu, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengarahkan kepada manusia agar menutup celah timbulnya perasaan ini, dengan membandingkan keadaan dirinya dengan keadaan orang yang lebih rendah kenikmatannya dari pada nikmat yang ada pada dirinya.

* BERSABAR KETIKA MENDAPAT UJIAN*